Posted in Sharing Buku Bagus

Menggenggam Lapis-lapis Keberkahan


Setelah berhasil memaknai lapis-lapis keberkahan pada pembahasan sebelumnya, sekarang saatnya berupaya menggapai lapis-lapis keberkahan tersebut.

Ustad Tulus Musthofa mendeskripsikan langkah beliau dalam menggapainya dalam dua langkah. Langkah pertama adalah dengan melihat kembali kualitas ketaatan diri pada Rabb. Jika kualitas diri ini rendah maka akan sangat sedikit sekali kemampuan seorang hamba dalam menangkap poin-poin keberkahan yang Dia beri. Sekecil apa pun itu… Lain halnya ketika ketaatan kita dalam posisi meningkat, bukankah kita akan dapat dengan mudah memaknai sesuatu itu bernilai berkah?

images

Langkah kedua adalah dengan menggunakan penilaian standar keberkahan. Setiap kali kita ingin melakukan sesuatu, tanyakan dalam diri kita sendiri “apakah yang saya lakukan ini bernilai berkah atau tidak?”. “Apakah yang saya lakukan ini membawa kebaikan di dunia dan akhirat?”, “apakah saya riya’?”.

images (2)

Terkadang karena terbatasnya diri, kita selalu mengira bahwa keberkahan itu datangnya hanya pada hal-hal yang menyenangkan saja. Padahal, Ustad Syatori berhasil memaknai bahwa dalam nilai dosa pun ada keberkahan. Ingat kisah sahabat Ali bin Abi Thalib yang tidak sengaja memandang seorang wanita sampai Rasulullaah memalingkan wajahnya? Ya, itu adalah salah satu bentuk keberkahan yang tidak dilakukan dengan sengaja.

Hikmah lain yang beliau sampaikan adalah tatkala seseorang yang berlumur dosa karena maksiatnya, namun dia bertaubat. Kualitas hidupnya makin bertambah baik seiring dengan tiap air mata yang jatuh mengingat dosa yang pernah dilakukan. Disinilah keberkahan Allaah. Kenikmatan merasakan kemesraan bersama pencipta tata surya dengan seluruh isinya.

images (1)

Barokah memang tidak memandang menyenangkan tidaknya hal tersebut. Kuncinya justru pada diri kita. Maukah kita menjadikan segala hal yang terjadi pada diri ini menjadi nilai-nilai keberkahan? Maukah kita melapangkan diri meyakini bahwa semua yang terjadi itu atas ijin Allaah sehingga apapun yang terjadi ibarat puing-puing cinta yang Allaah berikan?

Saya ingin sejenak meminjam kosa kata yang berulang kali diucapkan Ustad Salim ketika membedah buku Lapis-lapis Keberkahan ini.

Memesrakan diri dengan Allaah.

Ah, sebuah susunan kalimat nan indah untuk ditulis dan diucap, namun masih teramat susah diimplementasikan. Betapa tidak. Ada konsekuensi di dalamnya. Konsekuensi untuk menundukkan diri serendah-rendahnya di hadapan Rabb, merasa hina lagi fakir tanpa daya. Konsekuensi untuk menjadikan Dia satu-satunya tempat sandaran diri. Sehingga, hanya Dia saja yang dirasa mampu memberikan kecukupan. Betapa indahnya kata kemesraan ini sehingga saya pribadi tidak bisa membayangkan hidup yang Allaah jauhkan nikmat dan berkahnya bermesraan denganNya.

Author:

.: Even though there is no one understand, you still have Allaah. You still have places for sujood :.

Leave a comment